7 Cara Sederhana Ibu Rumah Tangga Menjaga Laut Cukup Dari Rumah Saja

By Nabila Ghaida Zia - Juli 04, 2020




Berbicara tentang menjaga laut membuatku berjalan menyusuri ingatan saat aku masih kuliah tepatnya di tahun 2013. Saat itu aku menjadi salah satu delegasi dari Universitas Diponegoro yang terpilih dalam sebuah acara kepemudaan yang berjudul Youth Environmental Leader Summit 2013. Pemuda yang terpilih mengikuti kegiatan ini adalah mereka yang punya kepedulian terhadap lingkungan.


Kegiatan Youth Environmental Leader Summit ini diadakan selama empat hari tepatnya pada tanggal 16-19 Mei 2013. Kegiatan ini diadakan di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan juga di Pusat Perlindungan Lingkungan Hidup Seloliman Mojokerto. Acara ini diikuti oleh seluruh pelajar dan mahasiswa pilihan dari seluruh Indonesia.
Peserta Youth Environmental Leader Summit 2013


"Go Green and Be Environman." Itulah tagline yang selalu kita teriakkan dengan semangat. Semenjak acara itu aku pun mendeklarasikan diri sebagai environman dan aktivis lingkungan.

Di acara summit tersebut aku bertemu dengan berbagai pemuda yang telah selangkah lebih maju untuk bertindak melakukan mitigasi perubahan iklim. Aku juga dipertemukan dengan narasumber yang punya gerakan kepedulian terhadap masyarakat. 

Aku dan peserta diberikan pemahaman tentang perubahan iklim, cara mengatasi perubahan iklim, cara mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan cara merancang gerakan yang berhubungan dengan perubahan iklim. 

Rasanya di acara ini semangatku terbakar untuk menjaga bumi ini dari perubahan iklim. Ingin kuajak orang-orang terdekatku untuk ikut juga menjaga bumi ini dari perubahan iklim.

Ingatan yang paling melekat tentang acara ini adalah ketika kami benar-benar diajak melakukan upaya mitigasi perubahan iklim. Perubahan iklim tidak hanya mengancam daratan saja namun laut juga merasakan dampaknya. 

Penyebab terbesar terjadinya perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia. Salah satu dampak yang dirasakan adalah naiknya permukaan laut. Naiknya permukaan laut ini menyebabkan peningkatan sedimentasi, menyebabkan genangan dan erosi pantai. Nah, erosi pantai ini bisa dicegah apabila terdapat ekosistem hutan mangrove.

Saat acara summit aku dan teman-teman bersama-sama turun ke pantai kenjeran, Surabaya. Diselimuti terik matahari yang mulai meninggi, kami tanpa alas kaki membawa beberapa batang tanaman mangrove untuk ditanam. Kami tak peduli meskipun kedalaman lumpur bisa menyelimuti hingga sampai setinggi perut kami. Alasan cinta lingkungan membuat apa yang kami lakukan menjadi seru sekali.
Penanaman Mangrove Pantai Kenjeran
source: aboel-new.blogspot.com

Setelah acara summit itu, aku sadar bahwa aktivitas apapun yang aku lakukan akan berdampak bagi lingkungan. Tak hanya lingkungan sekitar namun juga bagi laut kita tercinta. Maka lewat tulisan ini aku ingin bercerita apa yang sedang terjadi pada laut kita saat ini dan saat pandemi serta langkah sederhana apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga laut kita tercinta?

Apa yang Terjadi dengan Laut Sebelum Pandemi?

Saat pandemi datang, rasanya bila laut bisa berbicara maka ia akan mengatakan

"Terima kasih pandemi, sudah memberikan kami waktu untuk beristirahat walau hanya sejenak. Semoga para manusia tak kembali berulah yang menyedihkan hati kami." 

Sebelum pandemi, manusia  masih berkegiatan normal, mobilisasi tinggi dan aktivitas juga padat. Dalam sehari sudah tak terhitung lagi peningkatan emisi karbon gas rumah kaca yang ditimbulkan dari kendaraan yang tak henti melaju dalam dua puluh empat jam, tak terhitung sampah plastik, limbah dari pabrik maupun rumah tangga yang terbuang setiap harinya. 

Tahukah kamu siapa yang paling merasa merana atas aktivitas normal manusia modern ini? 

Jawabannya tentu adalah lautan kita tercinta. 

Coba tebak kemana larinya aliran sungai? Ya jawabannya tentu aliran sungai itu akan berujung di laut. Maka ketika manusia masih sembrono membuang sampah di sungai maka laut yang akan terkena imbasnya. 

Mari aku beritahu apa yang terjadi pada laut kita sebelum pandemi. Ini berdasarkan dari Our Ocean Conference 2018 menyebutkan bahwa perubahan iklim mambawa imbas terhadap kelangsungan ekosistem laut seperti yang disebutkan dalam gambar berikut:


Peningkatan Suhu laut

Dilansir dari informasi reef resilience network , kesibukan aktivitas manusia yang masih berfokus menggunakan bahan bakar fosil telah meningkatkan konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi. Hal ini menyebabkan suhu atmosfer meningkat sehingga memanaskan bumi. Diprediksikan bahwa tahun 2100 nanti suhu bumi akan meningkat di kisaran 2-4 derajat Celcius.

Bumi yang memanas membuat suhu laut juga meningkat khususnya permukaan laut. Lautan yang lebih hangat akan lebih berpotensi menimbulkan badai dan peningkatan permukaan laut dan dampak lainnya juga mempengaruhi ekosistem terumbu karang. 

Pemutihan Terumbu Karang 

Suhu laut yang memanas memicu adanya kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh pemutihan terumbu karang. Pemutihan terumbu karang ini disebabkan oleh respon dari terumbu karang ketika mengalami tekanan. Pemicu utama tekanan yang menyerang terumbu karang adalah meningkatnya suhu permukaan laut.

Apabila terumbu karang mengalami kerusakan maka akan merusak ekosistem hutan mangrove dan ekosistem organisme laut lainnya. Apabila ini dibiarkan maka tak bisa dipungkiri lagi bahwa kerusakan di laut akan berimbas pada daratan juga.

Naiknya Permukaan Laut

Imbas dari aktivitas manusia menggunakan energi fosil juga berimbas pada naiknya permukaan laut. Bayangkan ketika bumi memanas maka apa yang terjadi dengan dua kutub es yang dimiliki bumi? Otomatis pelan namun pasti mulai meleleh bukan? Nah, meningkatnya pencairan lapisan es seperti yang ada di kutub utara dan selatan berkontribusi terhadap naiknya permukaan laut.

Selain itu penyebab lainnya adalah adanya faktor air laut yang menghangat dan mengambang. Kenaikan permukaan laut ini akan sangat mempengaruhi ekosistem hutan bakau dan sarang penyu. Ternyata aktivitas kita yang rasanya jauh dari laut memiliki kontribusi merusak laut juga. 

Perubahan Pola Badai

Merujuk pada penelitian yang dilaporkan oleh reef resilience network  semenjak pertengahan tahun 1970 sudah diadakan penelitian tentang perkiraan global potensi desruktif badai. Ternyata ditemukan bahwa potensi badai berbanding lurus dan berkorelasi erat dengan peningkatan suhu permukaan laut tropis.Semakin meningkat suhu permukaan laut tropis maka potensi terjadinya badai semakin kuat juga. 


Apa yang Terjadi dengan Laut Saat Pandemi?

"Hore, aku masih bisa bernafas lega sejenak." Barangkali itulah suara batin laut apabila ia bisa berbicara. 

Aku merasa ikut lega sejenak ketika mendengar kabar laut saat pandemi di acara diskusi KBR dengan dua pembicaranya yakni Prof. Muhammad Zainuri, Guru Besar Bidang Kelautan Universitas Diponegoro dan Githa Anathasia, Pengelola Kampung Wisata Arborek dan CEO Arborek Dive Shop Raja Ampat Papua Barat, 

Dengan berlatar pantai yang indah, angin sepoi yang menyibak wajah Mba Githa memperlihatkan kondisi pantai saat ini, ah sedikit mengobati kerinduanku akan pantai. Sekilas pantainya terlihat lebih asri, alami dan bebas sampah. 

Mba Githa juga menjelaskan ketika pandemi ini kunjungan wisatawan tak lagi ada sehingga alam raja ampat menunjukkan tampilan alaminya. Kini bisa mulai terlihat kembali hiu-hiu yang sebelumnya tak pernah terlihat ketika para wisatawan sibuk mengeksplorasi laut raja ampat. Bahkan hiu-hiu itu bisa mampir hingga ke daratan. Ikan tuna pun demikian mudah ditemukan. 

Senada dengan Mba Githa, Prof. Muhammad Zainuri juga menjelaskan bahwa semasa pandemi ini yang dimulai dari Bulan Januari 2020 sampai sekarang adalah waktu dimana hewan-hewan di lautan bertumbuh dan berkembang. Prof. Zainuri mewanti-wanti agar kita tak heran jika ditemukan ikan dengan ukuran yang lebih besar. 

Wah indahnya ya mendengar kondisi laut ketika mereka dibiarkan istirahat sejenak dari eksplorasi manusia. Namun, apakah memang seperti itu kondisi laut kita saat pandemi? Mari teman-teman lihat pada infografis berikut ini:
Infografis Dampak Covid 19 Terhadap Pariwisata Bahari
sumber: instagram @kbr.id 

Menurut diskusi KBR dengan Prof. Muhammad Zainuri dan Mba Githa Anathasia, ada dampak positif dan dampak negatif adanya pandemi ini terhadap laut kita tercinta. Adapun dampak positif yang dirasakan bagi laut sebagai berikut:

Pertumbuhan Terumbu Karang Optimal

Dengan istirahatnya kesibukan manusia karena pandemi ini maka terjadi penurunan emisi gas rumah kaca. Selain itu tidak adanya aktivitas pariwisata membuat terumbu karang tidak terusak oleh para wisatawan yang tidak bertanggungjawab. Dengan adanya pandemi ini terumbu karang bisa tumbuh dengan optimal.

Spot Gerak Ikan Luas

Seperti yang sudah dijelaskan Mba Githa tadi, dengan adanya pandemi ikan-ikan mudah bergerak bebas kesana kemari. Biasanya enggan memunculkan diri hingga ke daratan kini ada yang berani memunculkan diri ke daratan seperti para ikan hiu.

Sampah Wisatawan Berkurang

Ketika pandemi semua orang hanya ada di rumah saja sehingga membuat pantai dan laut bebas dari para wisatawan. Sebelum pandemi ketika pantai dibanjiri oleh wisatawan maka akan berakhir pula dengan banjir sampah dari para wisatawan. Beruntung adanya pandemi ini laut bisa bernafas sejenak dari sampah wisatawan.

Tumpahan Minyak Kapal Wisata Hilang

Otomatis karena tidak ada aktivitas wisata maka kapal wisata pun tidak beroperasi. Sehingga kapal wisata yang biasanya menumpahkan minyak ke laut kini tidak ada lagi.

Itulah dampak positif yang dirasakan. Namun ternyata kita tak bisa begitu saja bernafas lega. Ada dampak negatif juga dari adanya pandemi ini bagi perekonomian warga di daerah yang fokus ekonominya mengandalkan dari pariwisata bahari. Dampak yang dirasakan adalah seperti ekonomi warga terhenti, pengrajin oleh-oleh gulung tikar dan banyaknya ancaman PHK. Ya, memang kita tidak bisa memungkiri hal itu.

Selain dampak negatif dari segi ekonomi, ternyata dari segi lingkungannya juga ada. Menurut Good News From Indonesia  ada dua ancaman sampah dalam konsentrasi besar yang sedang mengancam laut kita. Apakah itu? 

Sampah Infeksius Rumah Sakit

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa ditemukannya sampah masker medis seperti masker sekali pakai yang terdapat di sungai. Sudah tahu kan kamu kalau sampah yang di sungai kelak larinya kemana? Yap, betul sekali, larinya ke laut. 

Maka sampah masker medis yang ada di sungai menimbulkan potensi pencemaran laut oleh sampah daratan. Belum lagi padatnya aktivitas puskesmas dan rumah sakit akan penanganan covid 19 ini menimbulkan sampah infeksius. Memang setiap rumah sakit atau puskesmas sudah menerapkan aturan sendiri tentang pengelolaan sampah infeksius namun ini tetap menjadi hal yang perlu diwaspadai akan mencemari laut kita.

Sampah Domestik Rumah Tangga

Nah, karena sekarang mayoritas pekerjaan dilakukan di rumah maka sampah dari kegiatan domestik rumah tangga juga akan meningkat. Belum lagi tumbuh kebiasaan baru dengan sering membeli barang lewat jasa online dan pengiriman dimana setiap barang yang dikemas akan dibalut dengan lembaran plastik.

Bila Warga Indonesia yang jumlahnya mencapai dua ratus juta dalam sehari menerima barang yang dikirim dan dibungkus dengan plastik, maka berapa banyak sampah plastik yang dihasilkan? Fantastis bukan jumlahnya? 

Hal tersebut menjadi ancaman baru bagi laut kita. Limbah dan sampah domestik rumah tangga menjadi ancaman walau kenyataannya kita tinggal jauh dari laut namun sampah yang dihasilkan oleh aktivitas kita bisa membahayakan laut kita tercinta.

Jadi apa dong yang bisa kita lakukan untuk menjaga laut kita?

Nah, saat jadi mahasiswa dan aktivis lingkungan sebelum masa pandemi aku bisa berkontribusi menjaga laut dengan ikut aktivitas penghijauan laut seperti penanaman mangrove. Namun ketika peran telah berganti menjadi ibu rumah tangga ternyata aku masih bisa ikut berkontribusi menjaga laut walau hanya dari rumah saja.

Apa yang Bisa Ibu Rumah Tangga Lakukan Untuk Ikut Menjaga Laut?

Meski di rumah saja kita para ibu rumah tangga bisa loh ikut menjaga laut kita. Caranya pun sederhana sekali sebenarnya dan hanya dilakukan dari rumah saja. Aku kasih tujuh ide sederhana menjaga laut walau hanya dari rumah saja.

 Ini dia tujuh cara yang bisa ibu rumah tangga lakukan untuk ikut serta menjaga laut:

1. Mengurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai


Coba dihitung sehari kita berhadapan dengan berapa jenis benda yang berbahan plastik? Tentu tak terhitung banyaknya ya. Tak bisa kita pungkiri plastik memang jadi andalan kita ya. Alasan utamanya karena plastik bisa melindungi barang-barang kita dari kebasahan air atau semisalnya.

Maka mulai sekarang pelan-pelan coba kita kurangi yuk penggunaan plastik sekali pakai. Contohnya seperti apa? Contohnya misalnya kita beli barang di pasar atau pasar swalayan, jangan minta dikasih plastik, kalau bisa dari rumah sudah siap sediah tas atau goodie bag untuk menampung belanjaan kita.

2. Kurangi Penggunaan Diaper Sekali Pakai dengan Cloth Diaper (Clodi)


Nah buat para ibu dengan bayi-bayi yang masih imut nan lucu, ada baiknya untuk mengurangi penggunaan diaper sekali pakai yang memang mayoritas bahannya terbuat dari plastik. Mengapa? Karena tahukah ibu-ibu bahwa sampah diaper sekali pakai menjadi penyumbang terbanyak sampah plastik di muka bumi ini.

Coba deh dikurangin penggunaan diaper sekali pakainya. Aku sendiri dari anakku lahir sampai hampir tujuh bulan sekarang ini belum pernah sama sekali menggunakan diaper sekali pakai. Aku menggunakan cloth diaper (clodi) yang kenyataannya juga bisa menampung pipis si bayi juga dalam waktu beberapa jam.

Alasanku pakai clodi karena aku sayang lingkunganku, aku tak ingin ikut menyumbang sampah plastik lebih banyak lagi bagi bumi tercintaku ini. 

3. Ubah Kebiasaan Beli Botol Minum dengan Membawa Tumbler Minuman.


"Kamu itu beli air atau beli sampah?" Pertanyaan temanku itu rada jleb sebenarnya terkait botol air minum kemasan. 

Iya sih bener kalau dipikir-pikir kita beli air minum kemasan itu beli airnya atau sampah ya? Kan setelah habis airnya botol itu jadi sampah. Nah ini yang lagi mulai aku terapin kalau kemana-mana bawa tumbler atau botol minuman. Hal ini juga aku terapkan pada anak didikku di TK sedari kecil supaya membawa botol minuman sendiri.

Sedari kuliah aku kalau memberi hadiah teman kebanyakan aku kasih botol minuman, itung-itung kampanye go green terselubung. 

4. Hemat dan Bijak Menggunakan Listik


"Kalau lampunya sudah nggak dipake dimatikan ya." nasehat kedua orang tuaku selalu sama.

"Hemat energi ya." dalih orang tuaku.

Aku bersyukur dididik sedari kecil untuk hemat energi. Cukup dengan langkah sederhana seperti mematikan lampu ketika tidak terpakai, tidak menonton TV berlebihan (eh sekarang sudah nggak pernah nonton TV), dan sebagainya.

Mungkin hemat dalam sudut pandang orang tuaku artinya hemat energi berarti hemat juga pengeluaran. Padahal secara tidak langsung orang tuaku mengajarkan aku dan adik-adikku untuk menjaga lingkungan dan juga menjaga laut.

Apa yang terjadi bila kita hemat dan bijak menggunakan listrik?

Hal yang terjadi adalah kita turut serta berkontribusi menjaga laut kita dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Tahu kan darimana listrik diproduksi? Yap, benar, dari pembangkit listrik. 

Tahukah kamu bahwa pembangkit listrik yang digunakan di negara kita masih menggunakan pembangkit energi fosil dibandingkan energi baru terbarukan? Otomatis emisi gas rumah kaca yang dihasilkan lebih banyak. 

Semakin kita hemat energi maka semakin hemat juga gas rumah kaca yang dihasilkan. Ayo mulai menjaga laut dan lingkungan mulai dari rumah kita sendiri. 

5.  Berjalan Kakilah Bila Hanya Ke Warung Tetangga


Dulu pas aku kecil, aku berani jalan jauh sampai 4 km bolak-balik. Rasanya anak-anak sekarang karena sudah terfasilitasi dengan motor dan kendaraan pribadi jadi enggan untuk berjalan kaki. 

Yuk, mulai sekarang dimulai dari kita sebagai seorang ibu mencontohkan pada anak-anak apabila hanya ke warung tetangga, pasar atau kemanapun yang jaraknya masih dekat usahakan dengan berjalan kaki. 

Bukan apa-apa karena keseringan menggunakan kendaraan motor juga berpotensi merusak laut kita loh. Lagi pula bukankah jalan kaki lebih sehat?

6. Gunakan Masker yang Bisa Dicuci


Berhubung sebagai ibu rumah tangga kita tak perlu menangani pasien covid maka kebutuhan kita akan masker sekali pakai tidak begitu 'urgent'. Biar kita tidak ikut berkontribusi menambah lautan sampah masker sekali pakai di laut maka ada baiknya kita menggunakan masker yang bisa dicuci kembali.

7. Ajak Ibu-Ibu Lainnya Melakukan Enam Hal Diatas


Enam cara diatas sederhana bukan? Sederhana namun butuh niat yang kuat. Ayok lakukan apa yang bisa kita lakukan. Meski dari rumah saja kita perlu dong berkontribusi menjaga laut kita biar tetap terjaga keindahannya. 

Ajakan kebaikan yang ditularkan dari satu orang ke orang lainnya bak lingkaran yang tak akan terputus. Mari mengajak dalam kebaikan menjaga lingkungan.

Pada akhirnya persoalan menjaga laut dan lingkungan bukan hanya tugas pemerintah saja. Setiap individu termasuk para ibu rumah tangga juga punya kewajiban untuk menjaga laut. Siapa yang kelak akan menanggung amarah laut? Bukankah kita? Yuk kuatkan niat melakukan tujuh hal sederhana diatas. Semoga Allah selalu memudahkan :)

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya bisa anda lihat disini

Sumber:

  1. https://reefresilience.org/id/climate-and-ocean-change/warming-seas/
  2. https://reefresilience.org/id/climate-and-ocean-change/sea-level-rise/
  3. https://reefresilience.org/id/climate-and-ocean-change/changes-in-storm-patterns/
  4. https://reefresilience.org/id/climate-and-ocean-change/
  5. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/05/16/kondisi-laut-kita-di-tengah-pandemi
  6. https://www.worldwildlife.org/stories/7-ways-you-can-help-save-the-ocean




 


  • Share:

You Might Also Like

2 komentar

  1. nah diaper itu sangat bahaya ya, gak bisa didaur ulang dan apalagi bekas BAB, air kencing dll

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget mbaa, semoga saya bisa Istiqomah no diaper sekali pakai

      Hapus