Belajar 7 Kunci Kesuksesan dibalik Dieng Culture Festival dalam Melestarikan Cagar Budaya Indonesia
By Nabila Ghaida Zia - November 20, 2019
Dieng Culture Festival 9 Source: https://www.instagram.com/festivaldieng/ |
Setiap awal
Bulan Agustus sosial media seperti instagram dibanjiri dengan postingan dengan
hashtag #diengculturefestival. Postingan-postingan tersebut berisi foto-foto
atau video saat kegiatan dieng culture festival berlangsung. Sebelum kita
bicara banyak tentang Dieng Culture Festival, sudahkah kamu tahu dimana letak
Dieng berada? Hayo, buat yang belum tahu letak Dieng berarti selama ini kurang
update. Yuk dibuka lagi google-nya.
Kalau kata kak Wikipedia
ya, dieng itu adalah salah satu kawasan dataran tinggi yang ada di Pulau Jawa
dengan ketinggian rata-rata sekitar 2000 meter. Wilayah Dieng terbagi menjadi
dua kabupaten yakni ada yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan ada yang
masuk wilayah Kabupaten Wonosobo. Kalau aku menyebutnya sebagai kota di atas
awan karena Dieng memang memiliki suhu yang dingin bahkan sekitar Bulan
Juli-Agustus yangmana bisa disebut puncak musim dingin, Dieng bisa sampai
memunculkan es. Wow sekali bukan ya?
Dataran Tinggi Dieng Source: https://www.instagram.com/festivaldieng/ |
Nah, kan tadi
sudah tahu tentang Dieng, sekarang kita kenalan yuk apa itu Dieng Culture
Festival atau yang biasa disebut dengan DCF. DCF ini kalau dialihbahasakan artinya
Festival Kebudayaan Dieng. Festival ini biasanya digelar sekitar akhir Bulan
Juli hingga awal Bulan Agustus, tepat dimana saat Dieng sedang
dingin-dinginnya. Festival ini sudah memasuki tahun ke-sembilan di tahun 2019
ini dan antusiasme wisatawan selalu meningkat setiap tahunnya. Pengunjungnya
berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.
Apa ya yang
membuat DCF begitu diminati? Karena festival ini memadukan banyak unsur yang
digemari oleh masyarakat. Unsur utama dalam festival ini adalah tentunya budaya.
Nanti akan kuceritakan tentang sejarahnya. Unsur budaya tersebut dipadukan
dengan unsur modern dengan misi pemberdayaan ekonomi masyarakat dieng.
Festival Dieng
Culture Festival ini berlangsung selama tiga hari. Tiga hari itu berisi
rangkaian acara yang menarik. Acara yang menarik perhatian para wisatawan ada
acara upacara pemotongan rambut anak gimbal, jazz atas awan, festival film
dieng, festival lampion, minum purwaceng bersama, camping DCF, Sendra tari
rambut gimbal, jalan sehat, reboisasi, pameran seni dan budaya, dan masih
banyak acara menarik lainnya. Dari banyak acara tersebut ada tiga top icon
acara yang diminati yakni upacara pemotongan rambut anak gimbal, jazz atas
awan dan festival lampion.
Pesta Lampion Source: https://www.instagram.com/festivaldieng/ |
Pada DCF tahun
2019 tercatat ada sekitar 177.000 wisatawan yang mengikuti acara tersebut dari
tanggal 2-4 Agustus 2019. Angka tersebut
sudah mencakup jumlah wisatawan mancanegara dan domestik. Angka kunjungan ini
selalu meningkat dari tahun 2017 yang hanya 148.000 wisatawan kemudian
meningkat pada tahun 2018 sebesar 158.000 wisatawan. Tiket masuk DCF selalu
habis tiap tahunnya, untuk tahun ini panitia menyediakan sekitar 5500 buah
tiket dengan harga Rp 360.000 untuk selama tiga hari festival berlangsung.
Tujuan DCF
selama ini memang bisa dikatakan berhasil karena dengan adanya festival ini
ekonomi masyarakat menjadi meningkat. Bila diasumsikan satu orang wisatawan
menghabiskan rata-rata uang sebesar Rp 400.000 selama tiga hari maka perputaran
uang yang ada sebesar Rp 70,8 miliar. Fantastis bukan? Bahkan bukan hanya
masyarakat dieng saja yang terbantu dari sisi ekonomi, daerah pendukung seperti
Wonosobo, Banjarnegara, Batang, Pekalongan dan sekitarnya juga kena dampak
positif dari sisi ekonominya. Tak hanya itu adanya DCF juga membuka lowongan
kerja baru.
Yuk kita flashback
ke zaman dahulu silam. Dari zaman penjajahan Belanda sebenarnya Dieng sudah
menjadi salah satu tempat primadona untuk berwisata. Hal itu dibuktikan dengan
banyak buku perjalanan wisata ke jawa yang memasukkan Dieng sebagai salah satu
tujuan wisatanya. Wah bagaimana ya caranya mereka berwisata ke Dieng padahal
dulu belum ada angkutan yang semudah seperti sekarang.
Candi Arjuna Dieng 1937 Source: https://www.instagram.com/cagarbudayambanjar/ |
Terdapat buku
panduan terbitan akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dimana dalam buku
tersebut Dataran Tinggi Dieng atau yang disebut Plateau Van Dieng disarankan
untuk dikunjungi oleh para turis. Buku-buku yang ada menjelaskan bahwa dari
Magelang orang dapat melakukan perjalanan ke Dieng melalui Wonosobo. Waktu yang
dibutuhkan kurang lebihnya sekitar tiga hari dua malam. Beruntung sekali di
abad sekarang transportasi sudah mudah sehingga waktu tempuh bisa dipersingkat.
Dieng Tempo Dulu Source: https://www.instagram.com/cagarbudayambanjar/ |
Kembali lagi ke
sejarah kesuksesan Dieng Culture Festival. Jadi, dulu sebenarnya acara upacara
pemotongan rambut gimbal ini sudah turun temurun dilakukan oleh para sesepuh
untuk menjaga adat. Memang hal yang unik di Dieng bahwa banyak anak yang mulai
dari umur 40 hari sampai usia 6 tahun memiliki rambut gimbal. Konon katanya
rambut gimbal ini adalah titipan dari penguasa alam gaib dan baru bisa dipotong
apabila ada permintaan dari sang anak. Permintaan anak harus dipenuhi dengan
pas, tidak kurang maupun tidak lebih. Sebelum acara pemotongan rambut akan ada
ritual doa di beberapa tempat seperti Candi Dwarawati, Komplek Candi Arjuna,
Sendang Maerokoco, Candi Gatotkaca, Telaga Balaikambang, Candi Bima, Kawah
Sikidang, Gua di Telaga Warna, Kali Pepek dan tempat pemakaman Dieng. Barulah
esok hari dilakukan kirab menuju tempat pencukuran.
Pemotongan Rambut Gimbal Source: https://www.instagram.com/festivaldieng/ |
Istilah Dieng
Culture Festival ini merupakan perubahan nama dari gelar budaya yang sudah
dilakukan masyarakat dari dahulu. Acara gelar budaya ini sempat terhenti mulai
dari tahun 2006 hingga tahun 2007 karena kebanyakan yang melakukan gelar budaya
ini adalah para orang tua. Untungnya tahun 2010 ada regenerasi dari sesepuh ke
pemuda yang membuat tercetuslah Dieng Culture Festival.
Adanya DCF ini
bermula dari kekhawatiran para pemuda Dieng Kulon akan budaya yang semakin
tidak diminati anak muda. Selain kekhawatiran juga karena ada sosok Ketua
Pemuda Dieng Kulon, Alif Faozi yang punya tekad memajukan pariwisata Dieng yang
pada tahun 2005-2006 masih sepi bahkan hanya ada 2-3 mobil wisatawan yang
datang saat itu. Alif punya mimpi bahwa Dieng suatu saat bisa seperti Borobudur
dengan jumlah wisatawan yang banyak. DCF ini menjadi program kegiatan karang
taruna karena saat itu kebanyakan pemudanya belum banyak kegiatan. Berawal dari
karang taruna dan kerjasama berbagai pihak maka lahirlah kreativitas yang
menghasilkan DCF seperti sekarang ini.
DCF dimulai di
tahun 2010. Awalnya DCF hanya dilakukan satu hari saja, namun meningkat menjadi
dua hari pada tahun 2012 dan mulai tahun 2013 hingga sekarang bertambah menjadi
tiga hari. Tiga hari yang singkat itu mampu membawa perubahan dan peningkatan
ekonomi di Dieng dan sekitarnya bahkan pada hari bukan dilaksanakannya DCF.
Dieng memiliki
banyak sekali situs cagar budaya yang harus dilestarikan. Benda Cagar budaya
yang paling banyak di Dieng adalah komplek percandian. Data dari kemendikbud
menyebutkan situs percandian tersebut adalah candi arjuna, candi semar, candi
srikandi, candi puntadewa, candi sembadra, kompleks candi setyaki, komplek
candi gatutkaca, gangsiran aswatama, candi bima, situs watu kelir dan
sitinggil, candi dwarawati, situs makam citra dan makam buddha, dan situs
pangonan. Selain itu Dieng juga memiliki Museum Kailasa yang mengoleksi
benda-benda cagar budaya, artefak, dan film mengenai Dieng.
Cagar Budaya Dieng Source : https://www.instagram.com/festivaldieng/ |
Adanya Dieng
Culture Festival menunjukkan bahwa masyarakat Dieng sukses bergotong-royong
untuk melestarikan budaya dan cagar budaya yang ada di Dieng. Nah, apa saja sih
kunci sukses di balik Dieng Culture Festival dalam rangka menjaga kelestarian
budaya dan cagar budaya di Indonesia? Maka inilah 7 kunci suksesnya yaitu:
1. Kegiatan Dieng Culture Festival Digagas dan Dilaksanakan oleh
Pemuda dengan Kreativitasnya.
Masih ingat pernyataan insinyur Soekarno? Beri aku 1000 orang tua
niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan aku
goncangkan dunia. Nah ternyata pernyataan Ir. Soekarno benar adanya. The power
of pemuda, hingga DCF bisa menjadi sukses seperti sekarang. Dalam pelestarian
cagar budaya di Indonesia kita tak bisa lepas dengan mengajak para pemuda untuk
berpartisipasi. Selain karena mereka adalah generasi penerus namun juga mereka
memiliki ide luar biasa yang apabila didukung dan difasilitasi bisa
menghasilkan efek positif yang luar biasa.
2.
Kepedulian Pemuda akan Budaya.
Dari cerita sejarah singkat diatas bisa disarikan bahwa pemuda
Dieng memiliki keresahan akan kebudayaan yang bisa saja luntur sewaktu-waktu
apabila tidak dilestarikan dengan baik. Nah, penting sekali untuk pemerintah
menumbuhkan kesadaran pemuda akan budaya dengan melakukan sosialisasi atau
kegiatan anak muda yang berunsurkan budaya semisal heritage camp atau
semisalnya.
3. Acara Pelestarian Budaya yang Mengutamakan Aspek Sosial.
Sejatinya acara upacara pemotongan rambut gimbal merupakan acara
adat yang membutuhkan banyak biaya. Apalagi bila permintaan sang anak tersebut
aneh-aneh dan tidak sesuai dengan kantong penghasilan orang tuanya. Oleh karena
itu adanya Dieng Culture Festival ini sebagai salah satu acara pelestarian budaya
yang mengutamakan aspek sosial. Dengan acara DCF ini keluarga yang terbebani
bisa diringankan.
4.
Setiap Tahun Dieng Culture Festival Memiliki Konsep Baru.
Karena semua panitianya anak muda maka tak heran bila konsep yang
ditawarkan DCF tiap tahunnya berubah dan mengundang perhatian wisatawan. Bahkan
guest star untuk jazz diatas awan pun selalu dirahasiakan karena panitia
inginnya mereka yang datang bukan karena ingin melihat artis namun murni karena
tertarik dengan festival budayanya.
5.
Banyak Destinasi Wisata yang Unik.
Selain festivalnya yang menarik, Dieng juga dilengkapi dengan
destinasi wisata yang memanjakan mata dengan keindahan alamnya. Ada wisata sunrise
di sikunir, kawah, telaga, bukit pandang, gunung prau, padang savana dan masih
banyak lainnya.
6. Pelestarian Budaya yang Dikolaborasikan dengan Wahana Wisata Alam
dengan Misi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat.
Salah satu kunci sukse dari pelestarian budaya dan cagar budaya
adalah kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Karena yang menjaga budaya dan
cagar budayanya otomatis adalah warga yang berada di dekat situs cagar budaya
ini. DCF berhasil membuat ekonomi masyarakat di Dieng terberdayakan dengan
baik.
7.
Memanfaatkan Kekuatan Sosial Media.
Memulai merupakan hal yang termudah namun penuh tantangan.
Tantangan DCF diawal adalah tentang promosinya. Untung saja sudah ada sosial
media sehingga para penggagas DCF fokus menggunakan sosial media. Sosial media
pun melakukan kekauatan ajaibnya menggerakkan penikmat foto dan video dalam
sosial media untuk datang dan bergabung mengikuti DCF.
Nah itulah 7 kunci yang mungkin bisa
diamati, tiru dan modifikasi oleh daerah lain untuk menjaga budaya dan cagar
budayanya sesuai dengan potensi wilayah masing-masing. DCF berhasil melestarikan
budaya dan cagar budayanya dengan potensi wisata alam yang dimilikinya.
Ayo sebagai pemuda kita harus juga
ikut serta untuk merawat cagar budaya. Karena kalau bukan kita siapa lagi. Setelah
membaca tulisan diatas sudahkah kamu merasa terinspirasi untuk melestarikan
budaya dan cagar budaya yang ada disekitarmu. Ini beberapa cara sederhana
untukmu berkontribusi melestarikan budaya dan cagar budaya di Indonesia. Apa
saja, let’s check it out:
Kamu bisa ikut
menjaga dan merawat cagar budaya lewat tulisanmu, sesederhana memberikan tips
itu juga sudah berpartisipasi.
Kamu juga bisa
mengikuti lomba blog yang diadakan oleh Kemendikbud dan Komunitas Ibu-Ibu Doyan
Nulis loh dengan tema kompetisi "Blog Cagar Budaya Indonesia Rawat atau Musnah!". Ayo semangat berkontribusi menjaga, merawat dan melestarikan cagar
budaya yang menjadi identitas negeri kita.
Lomba Blog Kemendikbud dan Komunitas Ibu Ibu Doyan Nulis |
Mengunjungi
daerah cagar budaya yang ada di tempatmu.
Bersama
komunitas membuat acara kepemudaan yang bertemakan budaya seperti heritage
camp, napak tilas dan sebagainya.
Menggunakan
sosial media untuk menyebarluaskan keberadaan cagar budaya yang ada di
sekitarmu.
Ayo beramai-ramai melestarikan cagarbudaya Indonesia. Salam budaya!
2 komentar
Wah keren ternyata masyarakat Dieng ya yang aktif dalam festival itu
BalasHapusIya mbaa, pemudanya yang aktif. Keren banget sana
BalasHapus