Menjadi Manusia Bermanfaat Versi Ibuku

By Nabila Ghaida Zia - November 08, 2019



Ribuan hari kuhabiskan bersama ibuku tercinta. Dimulai semenjak aku lahir hingga usiaku menginjak seperempat abad. Ada banyak sekali kisah haru, duka, suka dan layaknya gelombang kehidupan yang memang tak selalu pasang dan tak selalu surut.

Ibuku semenjak belum menikah sudah ditempatkan di sebuah desa yang berada di pegunungan. Desa itu bernama Karangkobar Kabupaten Banjarnegara. Dahulu hanya sedikit angkutan yang mau membawa penumpang dari Banjarnegara kota ke Karangkobar ini. Jarak Karangkobar ke Banjarnegara kota itu sekitar 26 km yangmana jalannya penuh lika-liku dan rawan longsor bila musim penghujan datang.

Dulu desa ini sangat sepi namun sekarang desa ini hampir bisa disebut semi kota. Ibuku ditugaskan menjadi pegawai negeri sipil yang bertugas mengajar di SMA Negeri 1 Karangkobar. Setelah menikah ibuku tidak ikut dengan suaminya. Bapakku yangmana adalah suami ibukku juga menjadi pegawai negeri sipil tapi di Kabupaten Purbalingga. Jadilah ibu dan bapakku LDM (Long Distance Marriage).

Dari pernikahan dengan bapak, ibu dikarunia tiga orang anak. Satu perempuan dan dua laki-laki. Ketiga anaknya ikut tinggal bersama ibu di Banjarnegara. Sedangkan bapak pulang ke Banjarnegara seminggu atau dua minggu sekali. 

Karena lebih sering tinggal bersama ibu maka banyak pelajaran hidup yang aku dapatkan dari ibuku. Seorang perempuan tangguh. Bayangkan tinggal di sebuah pelosok desa dengan tiga orang anak dan saat itu gaji sebagai PNS belum bisa dikatakan layak. Sehingga ibu harus mencari alternatif penghasilan lain dari PNS. Salah satunya dengan berdagang.

Ibu memiliki prinsip bahwa hidup haruslah menjadi bermanfaat. 

Karena prinsip hidupnya itu maka ibuku tak hanya berdiam diri saja setelah pulang sekolah. Ibu mengikuti organisasi kemasyarakatan yang ada di desa. Ibu menjadi pengurus PKK, Perkumpulan Ibu-Ibu NA Muhammadiyah, mendirikan koperasi bersama teman-temannya, ikut perkumpulan dan pengajian RT dan masih banyak lainnya.

Karena kesibukannya itu memang kami sering ditinggal apalagi kalau ada perjalanan luar kota. Namun aku bangga memiliki ibu seperti itu, darinya aku belajar bahwa hidup bukanlah tentang diri sendiri namun tentang bagaimana kita bermanfaat untuk orang lain.

Ada satu cita-cita ibu yang belum terwujud yakni mempunyai rumah yatim. Semoga kelak segera terwujud. Untuk sekarang alhamdulillah ibu dan teman-teman bisa memiliki TK dan SD Islam terpadu yang animo masyarakatnya itu antusias sekali.

Ini menjadi manusia bermanfaat versi ibuku, bagaimana versimu?

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar